Perahu Sandeq, teknologi rumpon dan konsep sibaliparriq adalah simbol kreativitas dan kemandirian Suku Mandar di Sulawesi Barat. Perahu Sandeq, perahu layar bercadik tradisional tercepat di dunia. Puncak evolusi perahu bercadik kawasan Austronesia, Perahu ini hanya ada di mandar; hanya dilayarkan oleh orang Mandar. Rumpon Mandar adalah alat bantu penangkapan ikan di laut dalam. Menurut hasil riset FAO (badan pangan PBB) pada tahun 80-an rumpon telah digunakan lebih 20 negara pantai yang merupakan hasil kreasi orang Mandar ratusan tahun lampau. Pendapat itu didukung beberapa hasil riset antropolog dalam dan luar negeri. Perahu Sandeq dan teknologi merupakan hasil kreativitas Suku Mandar dalam budaya bahari.
Di saat nelayan Mandar malaut dengan sandeq-nya dan menangkap ikan di rumpon, istri mereka mangambil alih tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga. Agar bisa mandiri menghidupkan keluarga di kala suami melaut, wanitawanita Mandar menenun sarung sutra. Di Sumatra, sarung ini dikenal dengan sebutan ‘sarung bugis’. Saat pelaut dating, wanita-wanita Mandar mengolah dan memasarkan hasil tangkapan suami dan anak lelakinya. Konsep berbagi peran dan tanggungjawab dalam tradisi Mandar disebut ‘sibaliparriq’. Dengan adanya konsep sibaliparring walau suami lama melaut istri bisa mandiri menghidupkan diri dan anak-anaknya. Perahu Sandeq, rumpon dan konsep sibaliparriq adalah tradisi yang berakar dari tradisi ratusan tahun lampau merupakan symbol kreativitas dan kemandirian manusia Mandar Saat ini, budaya Mandar masih dipraktekkan di kampong-kampung pelaut di pesisir Teluk Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia.
Sulawesi Barat Terletak di pesisir barat pulau Sulawesi, berbatasan langsung dengan selat Makassar. Dulunya bagian dari Provinsi Sulawesi selatan. Suku terbesar di wilayah ini adalah Suku Mandar, salah satu dari enam suku di Nusantara yang berorientasi maritime, selain Bajau, Bugis, Buton, Makassar dan Madura.
Menurut Christian Pelras antropolog Perancis penulis Buku Manusia Bugis, bahwa “kalau mau menyebut pelaut ulung, maka yang paling tepat adalah orang Mandar” (Kompas, 10 Desember 2002). Suku Mandar umumnya berdiam di pesisir Teluk Mandar. Dari tempat ini lahir pendekar hokum Indonesia (Alm) Baharuddin Lopa yang juga merupakan ahli maritime Mandar.
sumber: Bentara-online.org, Polewalimandarkab.go.id
Di saat nelayan Mandar malaut dengan sandeq-nya dan menangkap ikan di rumpon, istri mereka mangambil alih tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga. Agar bisa mandiri menghidupkan keluarga di kala suami melaut, wanitawanita Mandar menenun sarung sutra. Di Sumatra, sarung ini dikenal dengan sebutan ‘sarung bugis’. Saat pelaut dating, wanita-wanita Mandar mengolah dan memasarkan hasil tangkapan suami dan anak lelakinya. Konsep berbagi peran dan tanggungjawab dalam tradisi Mandar disebut ‘sibaliparriq’. Dengan adanya konsep sibaliparring walau suami lama melaut istri bisa mandiri menghidupkan diri dan anak-anaknya. Perahu Sandeq, rumpon dan konsep sibaliparriq adalah tradisi yang berakar dari tradisi ratusan tahun lampau merupakan symbol kreativitas dan kemandirian manusia Mandar Saat ini, budaya Mandar masih dipraktekkan di kampong-kampung pelaut di pesisir Teluk Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia.
Sulawesi Barat Terletak di pesisir barat pulau Sulawesi, berbatasan langsung dengan selat Makassar. Dulunya bagian dari Provinsi Sulawesi selatan. Suku terbesar di wilayah ini adalah Suku Mandar, salah satu dari enam suku di Nusantara yang berorientasi maritime, selain Bajau, Bugis, Buton, Makassar dan Madura.
Menurut Christian Pelras antropolog Perancis penulis Buku Manusia Bugis, bahwa “kalau mau menyebut pelaut ulung, maka yang paling tepat adalah orang Mandar” (Kompas, 10 Desember 2002). Suku Mandar umumnya berdiam di pesisir Teluk Mandar. Dari tempat ini lahir pendekar hokum Indonesia (Alm) Baharuddin Lopa yang juga merupakan ahli maritime Mandar.
sumber: Bentara-online.org, Polewalimandarkab.go.id
Good!
BalasHapus